Rabu, 28 April 2010

Siklus Reproduksi Ikan paus, Feromon Sex dan Kebutuhan Lingkungan untuk Memijah Oleh: yohanes reinnamah

Siklus Reproduksi Ikan paus, Feromon Sex dan Kebutuhan Lingkungan untuk Memijah

A. Siklus reproduksi

Siklus reproduksi ikan berhubungan erat dengan perkembangan gonad, terutama ikan betina. Secara umum tahap-tahap perkembangan gonad ikan jantan adalah spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder spermatid, metamorfose dan spermatozoa. Volume gonad ikan jantan bisa mencapai 5% dari bobot total tubuhnya. Sedangkan tahap perkembangan ikan betina meliputi oogonia, oosit primer, oosit sekunder dan ova atau telur.

Karena siklus reproduksi terkait erat dengan perkembangan gonad ikan betina, maka pembahasan tentang siklus reproduksi lebih ditekankan pada kematangan gonad ikan betina dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1. Perkembangan gonad

Tang dan Affandi (2002) menyatakan bahwa proses perkembangan sel gamet melalui beberapa tahapan, yaitu:

  • Oogenesis
  • Perkembangan oosit
    • previtellogenesis
    • vitellogenesis
  • Pematangan akhir oosit

a) Oogenesis

nereis larvaeOogenesis merupakan proses pembelahan sel-sel bakal telur secara mitosis sampai oosit primer atau fase pembentukan folikel. Fase ini dapat dipercepat dengan rnengoptimalkan kondisi lingkungan misalnya suhu, periode cahaya dan atau penggunaan makanan berprotein tinggi yang ditambahkan dengan vitamin E, vitamin C atau asam lemak esensial (Lam, 1995 dalam Affandi dan Tang, 2002).

b) Perkembangan Oosit

Perkembangan Oosit terdiri dari dua tahap, yaitu previtellogenesis dan Vitellogenesis (penimbunan kuning telur).

Previtellogenesis

Pada fase previtellogenesis oosit primer bertambah ukurannya tanpa akumulasi material yolk. Kemudian terjadi pertumbuhan yang sama pada sitoplasma dan nukleus, pada bagian perifer oosit primer ditemukan nukleus besar yang berisi beberapa nukleus. Selanjutnya dua lapisan sel berbeda nampak mengelilingi oosit membentuk folikel. Lapisan terdalam adalah sel-sel kubus yang merupakan bagian granulosa dan teka.

Vitellogenesis

Vitellogenesis adalah proses induksi dan sintesis vitelogenin di hati oleh hormon estradiol-17, serta penyerapan vitellogenin yang terbawa aliran darah ke dalam oosit.

c) Pematangan akhir (final maturation)

Prostaglandin berperan penting dalam menstimulasi ovulasi ikan teleostei pada tahap akhir. Pada ikan Goldfish, penyuntikan hormon human chorionic gonadotropin (hCG) akan menyebabkan sintesis indomethanin (prostaglandin inhibitor) terhambat. Prostaglandin juga dapat mendorong ovulasi ikan trout pelangi dan Goldfish (Jalabert dan Szollosi, 1975 dalam Stacey, 1984).

Steroid berperan penting alam mendorong pematangan akhir oosit ikan rainbow trout, goldfish, perca dan salmon. Steroid yang sangat berpengaruh dalam mendorong pematangan akhir adalah 17-hydroxy-20-dihydroxyprogesterone (17-20-OHP). Tetapi pada ikan zebra (Brachydanio rerio), deoxycorcosterone memiliki peran lebih efektif dalam pematangan akhir daripada 17-20-OHP.

GtH yang berpperan sebagai mediator yang bersifat lokal dalam proses ovulasi, sedangkan steroid pada ovarium berfungsi mengatur pelepasan GtH dari otak atau pituitary (ikatan steroid dapat dijumpai di pituitary) (Kim et al., 1978 dalam Stacey, 1984). Peningkatan jumlah steroid akan menurunkan jumlah GtH dalam darah, sedangkan pemberian antiestrogen akan meningkatkan kadar GtH dalam darah dan merangsang ovulasi ikan teleostei. Menurut Stacey (1984), perubahan tingkat steroid dalam darah diduga merupakan respon fisiologis terhadap faktor eksternal tertentu.

2. Pemijahan (Ovulasi)

Persiapan tempat pemijahan

Sebagian besar ikan memerlukan jenis substrat tertentu sebagai sarang untuk tempat pemijahan. Tempat pemijahan dapat berupa cekungan, batu-batuan, vegetasi, lumpur, sarang busa dan sebagainya (Helfman et al., 1997). Keberhasilan proses pemijahan berhubungan erat dengan keberadaan substrat. Jika substrat yang sesuai tidak ditemukan, maka proses pemijahan akan mengalami kegagalan atau penundaan (Stacey, 1984).

Ikan Nocomis sp., Semotilus sp. dan Exoglossum sp. biasanya membuat sarang dengan membuat timbunan kerikil, telur diletakkan di sela-sela kerikil kemudian ditimbun lagi dengan kerikil baru. Kemudian sarang akan dijaga oleh ikan jantan (Helfman et al., 1997). Ikan sepat (Trichogaster pectoralis) dan ikan cupang (Betta imbilis) membuat sarang busa sebelum memijah. Pemijahan berlangsung di bawah sarang busa, kemudian telur-telur yang diserakkan diletakkan diantara sarang busa. Ikan jantan akan menjaga telur-telur tersebut sampai menetas.

B. Feromon sex

Pheromones merupakan stimuli kimia yang berkaitan erat dengan proses reproduksi. Dalam suatu populasi pheromon berfungsi untuk menunjukkan status suatu individu ikan agar dapat dikenali oleh individu lainnya (Bond, 1979).

Ikan-ikan betina yang siap memijah biasanya akan mengeluarkan pheromon atau bau-bauan tertentu sehingga dapat menarik kehadiran ikan jantan. Pheromon dan bau-bauan juga digunakan untuk mengenali kehadiran ikan lain yang berbeda spesies atau berasal dari populasi yang berbeda. Mekanisme ini digunakan oleh ikan untuk mempertahankan daerah teritorialnya dari ikan asing. Pada ikan Goldfish, sex pheromone juga digunakan oleh ikan jantan untuk membedakan ikan betina yang sudah matang kelamin dengan ikan betina yang belum matang kelamin (Bjerselius et al., 1995).

Hingga saat ini mekanisme kerja dan sintesis pheromon dalam tubuh ikan belum banyak diketahui. Tetapi di Amerika pheromon telah digunakan untuk membatasi populasi ikan asing di perairan, antara lain ikan-ikan jenis Puntius sp. Populasi ikan ini meningkat sangat cepat di kebanyakan sungai dan danau di Amerika sehingga dikuatirkan akan mengganggu keberadaan ikan asli, karena itu populasinya dibatasi. Pembatasan dilakukan dengan cara pemusnahan selektif, yaitu dengan menggunakan pheromon untuk mengumpulkan ikan Puntius sp., kemudian dilakukan penangkapan.

Bjerselius et al. (1995) mengatakan bahwa ikan Goldfish menunjukkan peningkatan aktifitas gerak dan peningkatan konsentrasi gonadotropin II dalam plasma sebagai respon terhadap keberadaan sex pheromone 17alpha,20beta-P di perairan. Namun demikian kecepatan renang ikan tersebut tidak mengalami perubahan. Selanjutnya dikatakan bahwa konsentrasi sex pheromone 17alpha,20beta-P yang dilepaskan oleh ikan Goldfish menurun sesaat sebelum ovulasi.

C. Kebutuhan lingkungan untuk memijah (trigger)

Pemijahan ikan dipengaruhi oleh faktor eksternal (eksogenous) dan internal (endogenous). Kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap pematangan gonad akhir dan ovulasi oosit. Faktor eksternal yang mempengaruhi reproduksi yaitu pendorong dan penghambat hormon gonadotropin, gonadotropin pra ovulasi dan respon ovarium terhadap GtH. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pemijahani adalah photo periode, suhu, substrat untuk pemijahan dan hubungan dengan individu lain (faktor sosial) (Stacey, 1984).

Pada sebagian besar ikan teleostei, adanya perbedaan antara faktor eksternal dan internal akan mendorong ikan melakukan strategi reproduksi tertentu. Fuktuasi kondisi lingkungan dapat mempengaruhi aktifitas neuroendokrin dan endokrin. Sementara itu neuroendokrin dan endokrin berperan penting dalam merangsang pematangan akhir oosit dirangsang oleh (Jalabert, 1976 dalam Stacey, 1984).

Pada banyak kasus reproduksi ikan, sering ditemukan bahwa proses ovulasi ikan tidak dapat berlangsung, meskipun proses vitellogenesis sudah sempurna. Keberhasilan proses ovulasi ditentukan oleh mekanisme fisiologi, proses metabolisme dan kesesuaian dengan faktor eksternal (kehadiran pejantan, substrat untuk pemijahan, rendahnya ancaman predator dan sebagainya). Namun demikian informasi tentang peran faktor eksternal dalam proses reproduksi masih sangat terbatas.

Menurut Stacey (1984), beberapa faktor eksternal yang berperan penting bagi keberhasilan proses reproduksi adalah:

1. Photo periode

Proses ovulasi pada beberapa ikan teleostei menunjukkan hubungan yang erat dengan photoperiod. Ikan Oryzias latipes, perbedaan perlakuan photoperiod menunjukkan tingkat GtH yang berbeda, kadar GtH dalam darah meningkat pada photoperiod yang berubah-ubah (dari terang ke gelap dan sebaliknya). Tetapi pada penerangan yang konstan (selalu terang atau gelap selalu) kadar GtH dalam darah cenderung berfluktuasi (Iwamatsu, 1978 dalam Stacey, 1984). Photoperiod diduga berpengaruh secara langsung terhadap mekanisme saraf yang menentukan waktu pemijahan bagi ikan laut.

Ikan cyprinidae yang hidup di daerah subtropik seperti Notemigonus crysoleucas, Carassius auratus, Gila cypha dan Couesius plumbeus biasanya memijah pada akhir musim semi dan awal musim panas. Proses gametogenesis disesuaikan dengan suhu dan photo periode. Pada musim dingin gametogenesis berlangsung lambat, kemudian semakin meningkat pada musim panas dan mencapai tahap perkembangan sempurna pada musim semi (Helfman et al., 1997).

Jourdan et al. (2000) menyatakan bahwa ikan Perca fluviatilis yang dipelihara pada laboratorium dengan photo periode 24 jam menunjukkan kematian yang lebih tinggi 7,4% dibandingkan dengan photo periode 12 jam dan 18 jam (masing-masing 3,2% dan 3,3%). Selanjutnya dikatakan bahwa pada photo periode yang lebih lama perkembangan gonad akan terhambat (terutama ikan jantan).

2. Suhu

Suhu berpengaruh terhadap berbagai fungsi sistem reproduksi ikan teleostei, termasuk laju sekresi dan pembersihan GnRH, pengikatan GtH oleh gonad, siklus harian GtH, sintesis dan katabolisme steroid, serta stimulasi GtH (Stacey, 1984). Perubahan suhu yang terlalu tinggi dapat menjadi trigger tingkah laku pemijahan ikan. Suhu juga berpengaruh langsung dalam menstimulasi endokrin yang mendorong terjadinya ovulasi.

Siklus reproduksi musiman pada ikan tropis cenderung dipengaruhi oleh adanya hujan, bukan oleh suhu. Pada musim hujan akan banyak ditemukan daerah genangan air seperti rawa banjiran yang berfungsi sebagai tempat pemijahan dan daerah asuhan larva. Beberapa ikan tropis (seperti: mormyridae, cyprinidae), pada musim hujan akan melakukan migrasi ke hulu sungai dan rawa banjiran untuk memijah (Munro, 1990 dalam Helfman et al, 1997).

Suhu juga berperan penting dalam reproduksi ikan Smallmouth Bass, suhu mempengaruhi waktu pemijahan, pematangan gonad dan keberhasilan pemijahan. Pada ikan ini fluktuasi suhu mempengaruhi tempat pembuatan sarang, jumlah telur yang menetas dan tingkah laku menjaga anaknya (Cookea et al., 2003). Suhu yang tidak stabil mendorong induk ikan Smallmouth Bass melakukan penjagaan terhadap anak-anaknya yang baru menetas (Carlisle,1982 dalam Cookea et al., 2003).

Pada ikan Medaka (Oryzias latipes) lama waktu sintesis DNA tahap dini dalam leptotene spermatocyte sampai spermatid tahap awal pada suhu 25°C adalah 5 hari, sedangkan pada suhu 15°C memerlukan waktu 12 hari. Lama perkembangan spermatid awal sampai spermatozoa adalah 7 hari (pada suhu 25°C) dan 8 hari (pada suhu 15°C). Pada ikan Guppy lama waktu perkembangan leptotene tahap awal menjadi spermatozoa adalah 125 hari pada suhu 25°C, sedangkan Poecillia shenops lama waktu perkembangan leptotene tahap awal menjadi spermatozoa pada suhu yang sama adalah 125 hari (Nagahama, 1987 dalam Tang dan Affandi, 2001). Suhu lingkungan yang tinggi cukup menjadi trigger dalam pematangan seksual ikan Brachyhypopomus pinnicaudatus yang hidup di daerah subtropik (Quintana et al., 2004).

Menurut Yamamoto (1966) dalam Stacey (1984), proses vitellogeneis pada ikan Goldfish yang dipelihara pada suhu kurang dari 14°C , tetapi tidak terjadi ovulasi. Ovulasi berlangsung dalam waktu sehari setelah suhu ditingkatkan menjadi 20°C. peningkatan suhu air juga dapat mempercepat vitellogenesis ikan Tinca tinca yang dipelihara pada kolam terbuka.

3. Substrat pemijahan

Mekanisme pengaturan ovulasi dipengaruhi oleh kebutuhan ikan terhadap jenis substrat tertentu. Jika substrat yang sesuai belum ditemukan, maka ovulasi tidak akan terjadi. Fenomena ini dapat dilihat pada ikan-ikan yang tempat pemijahannya memerlukan jenis substrat tertentu.

Ikan Goldfish akan memijah dengan baik jika menemukan vegetasi untuk menempelkan telurnya, jika ditemukan vegetasi maka ovulasi akan terhambat. Stimulasi proses pemijahan beberapa spesies ikan dapat dilakukan dengan pemberian “petrichor”, yaitu campuran berbagai bahan organik yang telah dikeringkan (Stacey, 1984).

Tamaru et al. (2001b) mengatakan bahwa tanaman air dan akar pohon yang terendam air serin digunakan sebagai subtrat untuk menempelkan telur oleh ikan Ikan Sumatra (Capoeta tetrazona) betina. Pada saat pemijahan berlangsung, ikan jantan akan menempelkan sirip perutnya ke tubuh ikan betina, sehingga sperma dan telur terlepas kemudian menempel pada substrat

4. Ketersediaan makanan

Komposisi protein merupakan faktor esensial yang dibutuhkan ikan untuk pematangan gonad. Watanabe et al. (1984) dalam Tang dan Affandi (2001) menyatakan bahwa kadar protein 45% baik bagi perkembangan gonad ikan Kakap Merah, sedangkan kadar protein 36% baik bagi ikan Trout Lembayung.

Lemak adalah komponen pakan kedua setelah protein, pakan induk yang kekurangan asam lemak esensial akan menghasilkan laju pematangan gonad yang rendah. Tetapi proporsi lemak yang relatif rendah dengan Ω3-HUFA tinggi dapat meningkatkan kematangan gonad. Kadar HUFA yang baik bagi ikan Clarias batrachus adalah Ω6 sebanyak 0,26% dan Ω3 sebanyak 1,68% yang terkandung dalam kadar lemak rata-rata 5,87 g/100g bobot kering pakan (Mokoginta et al., 1995 dalam Tang dan Affandi, 2001). Selanjutnya dikatakan bahwa komposisi karbohidrat pakan induk ikan lele adalah serat kasar 3,19%-5,83% dan kadar abu 5,02%-6,15%.

Mineral yang penting bagi pematangan gonad adalah phospor (P), seng (Zn), dan mangan (Mn) (NRC, 1993 dalam Tang dan Affandi, 2001). Sedangkan vitamin E berperan penting dalam pematangan gonad. Kandungan vitamin E dalam pakan sebesar 24,5 IU/g pakan menunjukkan hasil terbaik bagi pematangan gonad ikan Ekor kuning (Verankupiya et al., 1995 dalam Tang dan Affandi, 2001).

5. Faktor sosial (hubungan antar individu)

Interaksi antar individu dapat mempengaruhi tingkah lau reproduksi dan fertilitas. Salah satu spesies chichlid Haplochromis burtoni, interaksi antara ikan jantan mempengaruhi fungsi gonad. Mekanisme ini diatur oleh otak melalui saraf yang mengatur pelepasan GnRH sesuai dengan status sosial ikan jantan (White et al., 2002). GnRH dikirim oleh saraf hyphotalamus ke pituitary yang mengatur proses reproduksi melalui pelepasan pituitary gonadotropin yang mengatur fungsi gonad (Sherwood, 1987 dalam White et al., 2002).

Stimuli yang bersifat visual dan kimia dari individu lain dapat meningkatkan frekuensi pemijahan. Stimuli ini mendorong perkembangan ovarium tetapi tidak mempengaruhi ovulasi secara langsung. Pada ikan sepat (Trichogaster pectoralis), aktifitas ikan jantan yang sedang membuat sarang dapat mempercepat ovulasi. Pada beberapa spesies ikan, ovulasi akan terhambat jika kepadatan ikan pada suatu perairan sangat tinggi.

6. Salinitas

Pada ikan Black Bream (Acanthopagrus butcheri) salinitas tidak berpengaruh terhadap pematangan gonad ikan jantan maupun betina. Tingkat plasma steroid ikan betina tidak terpengaruh oleh salinitas, tetapi pada ikan jantan yang dipelihara salinitas 35‰ daripada salinitas 5‰ pada bulan September, plasma 17,20b-dihydroxy-4-progestero-3-one 17,20bP dan 11-ketotestosterone menunjukkan peningkatan (Haddy dan Pankhurst, 2000a).

Referensi:

Bjerselius, R., K. H. Olsen dan W. Zheng. 1995. Behavioural and endocrinological responses of mature male goldfish to the sex pheromone 17alpha,20beta-dihydroxy-4-pregnen-3-one in the water. Journal of Experimental Biology, Vol 198, Issue 3, hal. 747-754

Bond, C. E. 1979. Biology of Fishes. W. B. Saunders, Philadelphia.

Cookea S. J., J. F. Schreerb, D.. P. Philippa dan P. J. Weatherheadc. 2003. Nesting activity,parental care behavior,and reproductive success of smallmouth bass, Micropterus dolomieu,in an unstable thermal environment. Journal of Thermal Biology (28), 445–456.

Guillette, L. J. 2003.&nbssp; Aquatic species in ecosystems at risk: Assessing normal and abnormal endocrine Responses. CREDO Cluster Workshop on Ecological Relevance of Chemically-Induced Endocrine Disruption in Wildlife.

Haddy, J.A. daan N.W. Pankhurst. 2000a. The effects of salinity on reproductive development, plasma steroid levels, fertilisation and egg survival in black bream Acanthopagrus butcheri. Aquaculture (188), 115–131.

Haddy, J.A. daan N.W. Pankhurst. 2000b. The efficacy of exogenous hormones in stimulating changes in plasma steroids and ovulation in wild black bream canthopagrus butcheri is improved by treatment at capture. Aquaculture (191), 351–366.

Helfman, G. S.., B. C. Collete dan D. E. Facey. 1997. The Diversity of Fishes. Blackwell Science, UK.

Jourdan , S., P. Fontaine, T. Boujard, E. Vandeloise, J.N. Gardeur, M. Anthouard dan P. Kestemont. 2000. Influence of daylength on growth, heterogeneity, gonad development, sexual steroid and thyroid levels, and N and P budgets in Perca fluviatilis. Aquaculture (186), 253–265.

Quintana, L, L. Silva, N. Beroiss dan O. Macadar. 2004. Temperature induces gonadal maturation and affects electrophysiological sexual maturity indicators in Brachyhypopomus pinnicaudatus from a temperate climate. Journal of Experimental Biology (207), 1843-1853.

Stacey, N. E. 1984. Control of Timing of Ovulation by Exogenous and Endogenous Factors dalam Fish Reproduction. Potts, G. W. dan Wootton, R. J. (Eds), Academic Press, London.

Tamaru, S. T., B. Cole, R. Baileey, C. Brown dan H. Ako. 2001a . A Manual for Commercial Production of the Swordtail, Xiphophorus helleri. CTSA Publication Nomor 128.

Tamaru, S. T., B. Cole, R. Baileey, C. Brown dan H. Ako. 2001b . A Manual for Commercial Production of the Tiger Barb, Capoeta tetrazona, A Temporary Paired Tank Spawner. CTSA Publication Nomor 129.

Tang, U. M. daan R. Affandi. 2001. Biologi Reproduksi Ikan. Pusat Penelitian Kawasan Pantai dan Perairan, Universitas Riau, Riau.

White, A. A., T. Nguyen and R. D. Fernald. 2002. Social regulation of gonadotropin-releasing hormone. The Journal of Experimental Biology (205), 2567-2581

Tidak ada komentar:

Posting Komentar