Kerangka Kerja Konsep Pengelolaan
Sumberdaya Wilayah Pesisir - Berbasis
oleh: yohanes reinnamah
Program-program PSWP-BM haruslah
dikembangkan dan berprinsip sebagai program
sukarela (voluntary program) bagi masyarakat dan
desa di wilayah pesisir dimana dalam
pelaksanaannya bantuan teknis dan pendanaannya
ditopang/dianggarkan oleh lembaga/instansi
pemerintah kabupaten maupun propinsi ataupun
lewat swadaya dan usaha masyarakat/desa.
Sedangkan tujuan, rencana pengelolaan dan
pelaksanaan program ditentukan oleh masyarakat
setempat berdasarkan dan mengikuti kebijakan/
aturan/pedoman yang dibuat atau disepakati oleh
pemerintah setempat. Secara umum pendekatan
program berbasis masyarakat yang dilaksanakan
oleh Proyek Pesisir di Sulawesi Utara (lewat modelmodel
di atas) dalam rangka menopang (support)
masyarakat yang memanfaatkan sumberdayanya
untuk: memutuskan siapa yang akan memanfaatkan
sumberdaya dan bagaimana memanfaatkannya, dan
melaksanakan pilihan-pilihan pengelolaan yang
mereka tetapkan. Berikut ini akan dijelaskan proses
dan langkah-langkah program pengelolaan
sumberdaya wilayah pesisir desa.
Adapun kerangka kerja konsep (conceptual
framework) proses perencanaan dan pelaksanaan
berbasis-masyarakat di Sulawesi Utara
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
123
sebagaimana digambarkan dalam siklus kebijakan
dalam Gambar 2 mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Identifikasi Isue
2. Persiapan Perencanaan
3. Persetujuan Rencana dan Pendanaan
4. Pelaksanaan dan Penyesuian
Langkah ke 5 yakni monitoring dan evaluasi
dilaksanakan oleh masyarakat dan Proyek Pesisir
dalam setiap langkah dan tahapan di atas untuk
mereview setiap langkah.
Model program bagi perencanaan dan
pelaksanaan rencana pembangunan dan pengelolaan
berbasis masyarakat alurnya dapat dijelaskan dalam
Tabel 1 (terlampir). Model ini menggambarkan apa
yang dilakukan oleh program menyangkut kegiatan
yang dilakukan dan hasil dari tiap kegiatan. Setiap
langkah dalam proses memiliki sejumlah capaian
antara yang dihasilkan dari setiap kegiatan yang
dilaksanakan. Proses dan kegiatan serta capaian ini
akan mengarah pada tujuan akhir atau dampak yang
dihasilkan. Table 2 dan 3 (terlampir) merupakan
versi yang lebih rinci dari Tabel 1, yang merinci
langkah-langkah utama, kegiatan dan hasil yang
diharapkan dalam rangka pembuatan dan
pelaksanaan rencana pembangunan dan pengelolaan
berbasis masyarakat.
Proses Program Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir Terpadu - Berbasis
Masyarakat
Berdasarkan model konsep dan kerangka
kerja yang digambarkan dalam Gambar 1 di atas
serta tabel 1 dan 3 (terlampir) maka Proyek Pesisir
malakukan berbagai seri kegiatan sebagai berikut:
Identifikasi Isue
Identifikasi masyarakat : Satu rangkaian
kriteria ditetapkan dan dipakai untuk memperkirakan
penerimaan secara cepat dan mudah metode/cara
pemanfaatan sumberdaya yang lestari dan juga
dalam membangun kapasitas masyarakat dalam
mengambil alih tanggungjawab pengelolaan. Kriteria
tersebut antara lain:
· Tingkat tekanan atau derajat kerusakan
sumberdaya akibat pemanfaatan yang tidak lestari
(rendah/kecil)
· Ikatan sosial dan politik masyarakat (tinggi/kuat)
· Ketergantungan masyarakat terhadap
sumberdaya pesisir (tinggi)
· Kecenderungan masyarakat untuk konservasi
sumbedaya (tinggi)
· Ketertarikan masyarakat terhadap kegiatan dan
tujuan program (tinggi)
Kriteria di atas dijadikan acuan oleh Tim Kerja
Propinsi dan Proyek Pesisir untuk menentukan lokasi
desa dimana model/contoh akan dikembangkan
selain kemudahan koordinasi, model pulau kecil,
keragaman isu-isu utama dan keragaman kelompok
etnis serta strategi diseminasi model/contoh.
Orientasi dan penyiapan masyarakat :
Sebelum rencanan pengelolaan dibuat maka upaya
awal perlu dilakukan untuk menerangkan dan
menjelaskan tujuan program, proses yang akan
dilalui, dan manfaat yang akan diperoleh kepada
masyarakat. Keterlibatan dan hubungan yang terusmenerus
dalam masyarakat sangat penting dan
dilakukan dengan penempatan secara tetap
pendamping masyarakat (penyuluh lapangan) yang
berasal dari di luar desa dan melibatkan seorang
assisten/motivator desa dari masyarakat setempat.
Tenaga lapangan ini harus ditopang atau dibantu oleh
tim teknis yang akan memberikan bantuan atau
pelayanan teknis untuk isu-isu tertentu jika
diperlukan. Orientasi dan penyiapan masyarakat ini
diisi dengan berbagai kegiatan pendidikan lingkungan
hidup (penyuluhan), pelatihan (training), workshop
dan studi banding serta keikutsertaan dalam seminar,
konferensi dan rapat (secara regional maupun
nasional). Pendidikan lingkungan hidup yang
diberikan kepada masyarakat berupa penyuluhan
mengenai terumbu karang, konsep daerah
perlindungan, hutan, hukum lingkungan, habitat dan
ekosistem wilayah pesisir dan pengorganisasian
masyarakat. Pelatihan yang diberikan antara lain
pelatihan pengamatan terumbu karang (manta tow),
pelatihan menyelam, pelatihan pengukuran dan
pemantauan profil pantai, pelatihan pengelolaan
keuangan, serta pelatihan pengelolaan sumbedaya
wilayah pesisir terpadu (ICM training). Workshop
yang dilakukan seperti workshop penyusunan profil
desa, workshop penyusunan rencana pengelolaan
desa, workshop kelompok pengelola dll. Studi banding
seperti studi banding
pengelolaan hutan bakau seperti di Sulawesi Selatan
dan study banding usaha kecil dan wisata alam seperti
di Bunaken, Malalayang dan Manado serta
kunjungan silang (cross visit) antar masyarakat desa.
Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu dan Berbasis Masyarakat .............................
124
Orientasi dan penyiapan masyarakat lewat PLH,
pelatihan, studi banding dan keterlibatan dalam seminar,
konferensi dan pertemuan-pertemuan ini
bertujuan juga untuk meningkatkan kapasitas dan
pemahaman masyarakat desa dan pemerintah desa
dalam pengelolaan sumberdaya pesisir.
Pengumpulan data dasar : Data dasar
mengenai kondisi sosial ekonomi dan lingkungan
diperlukan untuk menentukan atau menilai
pencapaian hasil dari adanya intervensi proyek.
Dalam rangka kesepakatan dan mencoba model dan
cara yang baik di lokasi percontohan, survey dan
analisa secara mendalam yang memadukan teknik
empiris dan sistematis dengan tekhik partisipatif perlu
dilaksanakan. Hal yang sama harus juga dilakukan
di desa kontrol untuk membandingkannya dengan
desa percontohan dimana intervensi proyek
dilakukan. Data dasar yang dikumpulkan antara lain
data sosial, ekonomi, lingkungan, dan sejarah. Selain
data dasar dilakukan juga studi teknis seperti potensi
sumberdaya (mangrove, hutan dan hidupan liar,
mariculture) serta strategi Pendidikan Lingkungan
Hidup di masyarakat.
Identifikasi, prioritas dan penetapan isu:
Identifikasi isu dilaksanakan berdasarkan penilaian
dari tenaga teknis ahli/pakar berdasarkan survey/
studi lingkungan dan sosial ekonomi di atas, juga
oleh masyarakat lewat pertemuan-pertemuan formal
dan informal, diskusi mendalam dengan
informan-informan kunci, diskusi dengan masyarakat
umum dari berbagai tingkatan dan kelompokkelompok
stakeholder, serta observasi langsung dari
pendamping masyarakat dan asisten penyuluh
lapangan. Perkiraan empiris mengenai beratnya isu
dibuat oleh tim teknis. Persepsi mengenai berat
tidaknya isu dan prioritas kegiatan yang perlu
dilakukan ditentukan oleh masyarakat lewat
pertemuan-pertemuan formal maupun informal,
diskusi maupun workshop. Monitoring partisipatif
dimulai oleh dan bersama masyarakat tergantung
pada isu (misalnya monitoring dan pemetaan terumbu
karang, monitoring pantai akibat erosi pantai). Studi
teknis mengenai isu-isu spesifik dapat dilakukan oleh
konsultan luar jika diperlukan informasi tambahan
yang lebih detail diperlukan bagi penentuan rencana
pengelolaan dan pengambilan keputusan. Namun
demikian hasil dari studi teknis dan rekomendasinya
harus di sampaikan kepada masyarakat. Isu-isu yang
diidentifikasi baik oleh masyarakat yang didukung
oleh studi teknis dan survey oleh tenaga teknis dan
penyuluh lapangan diverifikasi, dikumpulkan dan
diprioritaskan oleh masyarakat yang produk
akhirnya didokumentasi dalam bentuk Profil
Sumberdaya Wilayah Pesisir Desa (Kasmidi et.al.,
1999; Tangkilisan et.al., 1999). Profil ini dipakai
sebagai dasar bagi masyarakat desa menyusun
rencana pembangunan dan pengelolaan terpadu
berbasis-masyarakat di masing-masing lokasi/desa.
Persiapan Perencanaan
Pilihan yang dikembangkan adalah kombinasi
dari masukan dan usulan teknis dari staf teknis yang
dipadukan dengan rekomendasi dan ide/pikiran dari
masyarakat sendiri. Harus ada komitmen dan
kesepakatan dari sebagian besar masyarakat
sebelum kegiatan dan strategi ditetapkan untuk
dilaksanakan. Untuk memulai rencana pengelolaan
diperlukan kelompok inti yang merupakan
perwakilan masyarakat yang akan merumuskan
rencana pengelolaan tersebut. Sebelum kelompok
inti ini bekerja mereka dibekali terlebih dahulu dengan
pelatihan penyusunan rencana pengelolaan dan
mencoba membuat draft rencana pengelolaan yang
akan menjadi pemicu dan dasar diskusi konsultasi
dengan masyarakat dan pemerintah desa. Hasil dari
draft rencana pengelolaan ini kemudian
disosialisasikan kepada masyarakat lewat pertemuan
dan konsulatasi baik secara formal dan informal
untuk mendapatkan masukan, tambahan dan koreksi
dari masyarakat, pemimpin formal dan informal,
pemerintah desa dan stakeholder yang ada di desa.
Pelaksanaan awal untuk mencoba prosedur dan
struktur pengelolaan, dan membangun dukungan bagi
rencana jangka panjang dan rencana yang
menyeluruh dikembangkan dan diusulkan oleh
masyarakat dengan atau tanpa dukungan proyek
seperti: penanaman bakau, pembuatan
pengadaan air bersih, dan pembuatan tanggul; atau
diusulkan oleh tim proyek dan dilaksanakan setelah
mendapat persetujuan masyarakat seperti:
pembersihan Bintang Laut Berduri (Crown of
Thorns -CoTs), pembuatan daerah perlindungan laut,
dan pembuatan pusat informasi.
Persetujuan Perencanaan dan Pendanaan
Persetujuan dan Adopsi : Masyarakat
menentukan prioritas isu dan tujuan bagi pengelolan
dan kegiatan. Penyuluh lapangan dapat
Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
125
menambahkan/ memberikan masukan, rekomendasi
dan tambahan ide tetapi keputusan dan pilihan adalah
hak dan tanggungjawab masyarakat. Proses
penetapan dan kesepakatan diupayakan setelah ada
konsensus dan dukungan dari mayoritas masyarakat.
Proses pengambilan keputusan harus transparan dan
adil agar supaya dipahami oleh semua pihak bahwa
proses penentuan/pengambilan keputusan diketahui
dan didukung oleh mayoritas masyarakat dan stakeholder.
Rencana pengelolaan dan aturan lokal harus
disepakati secara formal oleh unsur pemerintah dan
kepala desa. Aturan formal tersebut adalah dalam
bentuk Peraturan Desa yang ditandatangani oleh
Kepala Desa dan diketahui oleh BPD atau wakil
masyarakat melalui rapat musyawarah desa. Oleh
pemerintah setempat bersama-sama dengan anggota
KTF kemudian memutuskan untuk mengadopsi
Rencana Pengelolaan tersebut juga sebagai rencana
pembangunan desa.
Pendanaan: Untuk mebiayai kegiatankegiatan
yang akan dilaksanakan dalam rencana
pengelolaan, idealnya dimana kegiatan tersebut
membutuhkan bantuan dana, maka usulan dananya
akan diintegrasikan dalam proses DIP/DUP yang
diawali dengan rapat Musyawarah Pembangunan
(Musbang) di desa dan Rapat Koordinasi
Pembangunnan (Rakorbang) di kecamatan sampai
kabupaten yang kemudian dianggarkan dalam
APBN/APBD. Sedangkan kegiatan yang tidak
membutuhkan biaya yang besar dapat dilakukan
secara swadaya masyarakat, lewat upaya yang sah
dari masyarakat maupun lewat pendapatan asli desa.
Kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak dapat dibiayai
oleh desa dan belum masuk dalam APBN/APBD
dapat diusahakan oleh badan/kelompok pengelola
lewat bantuan lain dari lembaga/donatur di dalam
dan di luar desa/daerah.
Pelaksanaan dan Penyesuaian
Pelaksanaan : Pelaksanaan kegiatan sedapat
mungkin dilaksanakan oleh masyarakat yang
bertindak sebagai pengelola sumberdaya utama.
Pendanaan dan bantuan teknis dapat diberikan oleh
proyek maupun pemerintah kabupaten/propinsi jika
diperlukan. Apabila ada kegiatan tertentu yang tidak
dapat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat
misalnya: pengaspalan jalan dan pembuatan sarana
air bersih. Kegiatan dalam rencana pengelolaan
dapat disesuaikan sesuai kebutuhan dan perubahan
yang terjadi di desa. Penyesuaian ini harus dilakukan
secara terbuka dan atas persetujuan masyarakat dan
kelompok pengelola bersama-sama dengan
pemerintah desa. Penyusunan rencana kegiatan
tahunan dilaksanakan secara terbuka, disepakati
oleh masyarakat dan Pemerintah Desa dan
dipresentasikan kepada pemerintah di tingkat
Kabupaten untuk diketahui dan didukung.
Pelaksanaan rencana kerja tahunan dilaksanakan
oleh masyarakat melalui kelompok/badan yang ada
di desa yang bertugas/ditugaskan untuk itu.
Monitoring dan evaluasi: Monitoring dan
evaluasi dari pelaksanaan rencana pengelolaan ini
dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah desa
untuk menilai kegiatan dan hasil capaian dari setiap
kegiatan. Proses dan pelaksanaan monitoring dan
evaluasi ini telah diintegrasikan dalam dokumen
rencana pembangunan dan pengelolaan. Review
tahunan dilaksanakan oleh masyarakat dengan atau
tanpa bantuan atau dukungan pemerintah setempat,
dan dilaksanakan sebelum siklus pendanaan tahun
anggaran berikutnya dimulai sebagai masukan bagi
rencana kegiatan tahunan berikutnya. Pelaporan
terhadap pelaksanaan dan penggunaan keuangan
dilaporkan secara terbuka kepada masyarakat
dengan membuat laporan formal yang di umumkan
dalam pertemuan-pertemuan formal dan informal
serta di papan-papan informasi desa. Pemerintah
Desa dan BPD atau lembaga lain di desa bertanggung
jawab mengevaluasi dan mengaudit program dan
penggunaan dana. Hasil evaluasi ini juga harus
disampaikan kepada masyarakat. Jika dalam
pelaksanaan terdapat temuan-temuan yang tidak
sesuai dengan rencana kerja atau terdapat
penyimpangan penggunaan keuangan maka BPD
dan Hukum Tua (Kepala Desa) harus menetapkan
solusi untuk pemecahan masalah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar