Senin, 03 Mei 2010

pelatihan pengelolaan wilayah pesisir oleh: yohanes reinnamah

pelatihan pengelolaan wilayah pesisir
oleh: yohanes reinnamah

Pengelolaan berbasis-masyarakat sudah

merupakan suatu pendekatan yang banyak dipakai

di dalam program-program pengelolaan sumberdaya

wilayah pesisir terpadu di berbagai negara di dunia

ini, khususnya di negara-negara berkembang.

Pendekatan ini secara luas digunakan di wilayah Asia

Pasifik seperti di negara-negara Filipina dan Pasifik

Selatan. Keberhasilan pendekatan ini semakin

banyak dan didokumentasi secara baik (Polotande

la Cruz, 1993; Buhat, 1994; Pomeroy, 1994;

White et.al., 1994; Ferrer et.al., 1996; Pomeroy

and Carlos, 1997; Wold Bank,1999). Di negaranegara

dimana sistem pemerintahannya semakin

mengarah pada desentralisasi dan otonomi lokal,

pendekatan berbasis masyarakat ini dapat

merupakan pendekatan yang lebih tepat guna, lebih

mudah dan dalam jangka panjang dapat terbukti

lebih efisien dan efektif dalam segala hal.

Pendekatan pengelolaan sumberdaya wilayah

pesisir berbasis-masyarakat telah dicobakan

diberbagai proyek pembangunan di Asia yang

dibiayai oleh Bank Pembangunan Internasional.

Sebagai contoh, Program Sektor Perikanan di

Filipina yang bernilai 150 juta US dolar (Albaza-

Baluyut, 1995), Proyek Coremap di Indonesia, juga

berbagai proyek bantuan bilateral lainnya (seperti

CRMP -Filipina dan Proyek Pesisir - Indonesia),

memasukkan pengelolaan berbasis masyarakat

sebagai bagian dari desain program. Filipina memiliki

pengalaman sejarah yang cukup panjang dalam

pengelolaan berbasis masyarakat sejak sekitar dua

dasawarsa terakhir ini. Pendekatan ini telah menjadi

pendekatan utama dalam pengelolaan sumberdaya

pesisir di negara ini sebagai bagian dari system

pemerintahan yang desentralistis. Pada pergantian

millenium ini telah ada ratusan contoh Pengelolaan

sumberdaya pesisir berbasis masyarakat yang tersebar

di hampir setiap wilayah pesisir di negara ini.

Di Indonesia, dengan dikeluarkannya UU No

22 tahun 1999 yang memberikan kewenangan

kepada daerah dalam mengelola pesisir dan lautnya

sejauh 12 mil untuk propinsi dan 4 mil untuk

kabupaten memberikan peluang yang besar bagi

pendekatan pengelolaan sumberdaya pesisir terpadu

dan berbasis masyarakat. Selain itu dengan adanya

Departemen Kelautan dan Perikanan dan konteks

perubahan pemerintahan di Indonesia setelah era

reformasi mendorong pemerintah pusat dan di daerah

mengembangkan pendekatan pembangunan yang

melibatkan kerjasama antara pemerintah dan

masyarakat setempat dalam bentuk pengelolaan

secara bersama (co-management) berbasis

masyarakat.

Upaya-upaya seperti ini sudah di mulai di

Sulawesi Utara sejak tahun 1997 untuk

mengadaptasikan pendekatan-pendekatan berbasis

masyarakat ini dalam konteks pembangunan dan

pengelolaan di Indonesia (Crawford & Tulungen,

1998a, 1998b, 1999a, 1999b,; Tulungen et.al.,

1998, 1999; Crawford et.al, 1998) lewat Proyek

Pesisir (Coastal Resources Management Project

- CRMP). Proyek Pesisir yang dimulai sejak tahun

1997 ini didasarkan pada pemikiran/hipotesa bahwa

pendekatan partisipatif dan desentralistis akan

mengarah lebih pada berkelanjutan dan adil/

seimbangnya pengelolaan sumberdaya wilayah

pesisir di Indonesia. Setelah melakukan kegiatan

dan upaya selama empat tahun di Sulawesi Utara,

contoh-contoh praktek pengelolaan sumberdaya

wilayah pesisir berbasis-masyarakat mulai

menunjukkan hasil yang menggembirakan yang

mendukung validitas pemikiran/hipotesa dari Proyek


Tidak ada komentar:

Posting Komentar